Membangun Toleransi Beragama: Menjaga Keharmonisan dalam Keanekaragaman

By Akhsan Zidane Nurhafiz / 202246500048 / R4A
Dosen Pengampu Mata Kuliah KSRDD : Dr.Sn.Angga Kusuma Dawami M.Sn.
 

Assalamuala'ikum warahmatullahi wabarakatuh

    Puji serta syukur kita panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa, yang mana telah memberikan kita waktu saya menyelesaikan penulisan blog ini dan kalian para pembaca membaca blog dengan judul : "Membangun Toleransi Beragama: Menjaga Keharmonisan dalam Keanekaragaman". Memiliki toleransi beragama adalah pondasi penting dalam masyarakat yang beragam seperti di Indonesia. Di dalam blog ini, kita akan mengeksplorasi pentingnya toleransi beragama, tantangan yang dihadapi, dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk memperkuat hubungan antar agama dengan me-review beberapa jurnal yang telah beredar di internet.

 



Pengertiam Umum Tentang Toleransi Beragama

    Toleransi berasal dari bahasa latin tolerantia, berarti kelonggaran, kelembutan hati, keringanan dan kesabaran. Secara umum istilah toleransi mengacu pada sikap terbuka, lapang dada, suka rela dan kelembutan. UNESCO mengartikan toleransi sebagai sikap saling menghormati, saling menerima, saling menghargai di tengah keragaman budaya, kebebasan berekspresi dan karakter manusia. Toleransi harus didukung oleh cakrawala pengetahuan yang luas, bersikap terbuka, dialog, kebebasan berpikir dan beragama. Pendek kata toleransi setara dengan sikap positif, dan menghargai orang lain dalam rangka menggunakan kebebasan asasi sebagai manusia. 
 
    Toleransi beragama adalah toleransi yang mencakup masalah-masalah keyakinan dalam diri manusia yang berhubungan dengan akidah atau ketuhanan yang diyakininya. Seseorang harus diberikan kebebasan untuk meyakini dan memeluk agama (mempunyai akidah) yang dipilihnya masing-masing serta memberikan penghormatan atas pelaksanaan ajaran-ajaran yang dianut atau diyakininya. Toleransi beragama merupakan realisasi dari ekspresi pengalaman keagamaan dalam bentuk komunitas. Ekspresi pengalaman keagamaan dalam bentuk kelompok ini, menurut Joachim Wach, merupakan tanggapan manusia beragama terhadap realitas mutlak yang diwujudkan dalam bentuk jalinan sosial antar umat seagama ataupun berbeda agama, guna membuktikan bahwa bagi mereka realitas mutlak merupakan daya dorong vital keberagamaan manusia dalam pergaulan sosial, dan ini terdapat dalam setiap agama, baik yang masih hidup bahkan yang sudah punah.
 
Dari narasi diatas dapat kita simpulkan sebagai berikut :

1. Asal usul dan makna toleransi : Narasi memberikan pengertian tentang asal usul kata "toleransi" dari bahasa latin "tolerantia", yang berarti kelonggaran, kelembutan hati, keringanan, dan kesabaran. Hal in memberikan dasar etimologis yang kuat untuk memahami konsep toleransi sebagai suatu sikap keterbukaan, berlapang dada, dan kelembutan.

2. Definisi dan konsep toleransi UNESCO : Narasi ini juga merujuk pada definisi toleransi UNESCO, yang menekankan pentingnya saling menghormati, menerima, dan menghargai dalam keragaman budaya dan kebebasan berekspresi. Hal ini menyoroti aspek penting toleransi dalam konteks masyarakat multikultural dan demokratis.

3. Toleransi beragama : Narasi dilanjutkan dengan pembahasan mengenai konsep toleransi beragama, yaitu penerapan toleransi dalam konteks keyakinan dan kepercayaan beragama. Hal ini mencakup penghormatan terhadap kebebasan beragama, hak individu untuk memilih dan mengamalkan agamanya, dan penghormatan terhadap ajaran individu atau komunitas.

Tantangan Dalam Membangun Toleransi Beragama

    Indonesia merupakan salah satu negara yang multikultural dengan berbagai macam agama, budaya, suku, etnis, ras dan bahasa yang beragam atau disebut juga dengan “mega cultural diversity”. Menjadikan Indonesia salah satu negara yang sangat rentan dengan berbagai konflik. Menurut Kamaludin konflik adalah segala sesuatu interaksi pertentangan antara dua pihak atau lebih. Konflik juga mencakup tingkah laku yang terlihat jelas dari berbagai bentuk perlawanan halus, terkontrol, tersembunyi, tak langsung maupun bentuk perlawanan terbuka.
 
    Salah satu konflik yang sering terjadi di negara Indonesia yakni konflik antar umat beragama. Konflik antar umat beragama ini dapat berupa konflik antar agama maupun konflik antar aliran tertentu dalam satu agama. Tentunya tidak
mudah bagi bangsa Indonesia untuk merawat kebhinekaan dimana salah satu yang menjadi masalah krusial yakni tentang isu toleransi umat beragama yang berada di Indonesia yang memiliki enam agama resmi atau diakui oleh pemerintah yakni Islam, Kristen, Khatolik, Budha, Hindu dan Konghucu menjadikan Indonesia salah satu negara yang memiliki berbagai macam agama. Selain itu kehidupan beragama di Indonesia pun terdapat berbagai agama lokal atau keyakinan tertentu. Setidaknya dalam sejarah kelam bangsa Indonesia pernah mengalami beberapa kasus konflik agama yang tersebar dibeberapa wilayah Indonesia seperti beberapa kasus yakni konflik agama di Poso pada tahun 1992, konflik Sunni dan Syiah di Jawa Timur yang muncul sekitar tahun 2006, konflik agama di Bogor terkait Pembangunan GKI Yasmin sejak tahun 2000 dan mengalami masalah pada tahun 2008. Adanya beberapa kasus tersebut hampir sebagian kelompok minoritas.
 
    Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan memberikan gambaran deskriptif menganalisa. Data yang menangani berbagai kasus intoleransi beragama di Indonesia Bandingkan konsep Deklarasi Kairo dengan pandangan konsep berbagai literatur tentang pembentukan toleransi beragama di Indonesia. Menggunakan Analisis Data Deskriptif Kualitatif Dengan menggunakan data yang ada, disusun secara lengkap, sistematis dalam bentuk kalimat, dan berdasarkan tema dapat memudahkan pemahaman. Menarik kesimpulan dan mudah di mengerti.
 
    Sebagai contoh beberapa kasus pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunjukkan semakin besarnya ruang bagi sikap intoleransi, terutama terkait kebebasan beragama. Munculnya peraturan daerah dan kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan kelompok agama minoritas menjadi salah satu penyebabnya. Pada periode kedua kekuasaannya, banyak terjadi kasus pelanggaran hak asasi manusia, khususnya kebebasan beragama. Meskipun terjadi pergantian pemerintahan di bawah kepemimpinan Joko Widodo, diskriminasi terhadap kelompok agama minoritas masih terus terjadi. Peraturan daerah yang dikeluarkan pemerintah terkadang memberikan peluang berkembangnya intoleransi terhadap kelompok agama dan aliran tertentu dalam agama tersebut. Misalnya, pada tahun 2011, banyak peraturan daerah yang melarang komunitas Ahmadiyah di Indonesia untuk beribadah dan memberikan tekanan pada aliran Imami Syiah. Pemerintah seharusnya memainkan peran penting dalam mendorong toleransi dan kerukunan antar kelompok agama, namun dalam praktiknya keberadaan peraturan yang mendiskriminasi kelompok agama minoritas menghambat upaya tersebut.
 

Wujudkan Moderasi Agama melalui Penguatan Harmoni Sosial

Dialog Antar agama: Mendorong dialog antar umat beragama untuk membangun pemahaman dan saling pengertian, maka harus ada langkah langkah:
 

1. Membangun Pemahaman dan Pengetahuan Agama:

a) Pemahaman yang Lebih Mendalam: Dialog antaragama memungkinkan para peserta untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang agama-agama lain. Melalui pertukaran pengetahuan agama, orang dapat memperluas wawasan mereka tentang keyakinan, ajaran, dan praktik keagamaan yang berbeda.
b) Mengatasi Stereotip dan Prasangka: Dialog antaragama membantu mengatasi stereotip dan prasangka yang mungkin ada antara kelompok agama. Dengan berinteraksi secara langsung, orang dapat melampaui pemahaman yang dangkal dan membangun saling pengertian yang lebih baik (Cox 1998).

Meningkatkan Toleransi dan Mengurangi Konflik:

a. Membangun Toleransi: Dialog antaragama membantu membangun toleransi antar umat beragama. Melalui saling mendengarkan dan berbagi perspektif, orang dapat mengembangkan rasa saling menghormati dan pengertian terhadap perbedaan agama.

b. Menciptakan Ruang Dialog: Dialog antaragama menciptakan ruang yang aman dan terbuka untuk berdiskusi tentang perbedaan agama. Ini membantu mengurangi konflik yang mungkin timbul akibat ketidakpahaman dan ketegangan antarumat beragama.

Mempromosikan Kerukunan dan Kolaborasi:

a. Membangun Kerukunan: Melalui dialog antar agama, orang dapat membangun kerukunan antar umat beragama. Dialog ini memungkinkan kolaborasi dalam mengatasi masalah bersama, mempromosikan perdamaian, dan membangun masyarakat yang harmonis.
 
b. Kolaborasi dalam Isu Sosial: Dialog antaragama juga dapat mendorong kolaborasi dalam mengatasi isu sosial yang dihadapi oleh masyarakat. Dengan bekerja sama, kelompok agama dapat memberikan kontribusi yang lebih besar dalam memecahkan masalah sosial dan menciptakan perubahan positif.

Membangun Sikap Toleransi dan Menghargai Perbedaan:

a. Pembelajaran Kontekstual: Kurikulum pendidikan agama yang inklusif harus melibatkan pembelajaran kontekstual, di mana peserta didik diperkenalkan pada konteks sosial, budaya, dan sejarah agama-agama yang berbeda. Hal ini membantu mereka memahami agama sebagai fenomena sosial dan mengembangkan sikap penghormatan terhadap perbedaan.

b. Dialog Antar agama: Penting untuk memasukkan elemen dialog antar agama dalam kurikulum pendidikan agama. Melalui dialog, peserta didik dapat belajar untuk mendengarkan dan berkomunikasi dengan orang-orang dari latar belakang agama yang berbeda, memperkuat toleransi dan kerukunan antar umat beragama.

c. Mendorong Partisipasi dan Kolaborasi: a. Keterlibatan Masyarakat: Kurikulum pendidikan agama yang inklusif perlu mendorong partisipasi dan kolaborasi dengan masyarakat. Melibatkan pemimpin agama, kelompok masyarakat, dan organisasi agama dalam proses pendidikan dapat memperkuat pemahaman dan praktik agama yang inklusif dan mendorong kerukunan antarumat beragama.

d. Program Kerjasama: Kolaborasi antara sekolah, lembaga agama, dan lembaga sosial lainnya dapat memberikan pengalaman belajar yang kaya tentang keragaman agama dan mempromosikan nilai-nilai moderasi, toleransi, dan kerukunan. Program kerjasama ini dapat mencakup kunjungan ke tempat ibadah, kegiatan sosial bersama, atau proyek kolaboratif yang melibatkan peserta didik dari berbagai latar belakang agama.

Dialog Antaragama dan Interaksi Sosial:

a. Dialog Antaragama: Kolaborasi antara organisasi agama dapat mendorong dialog antaragama yang konstruktif. Melalui dialog, pemimpin agama dan pengikut dapat saling berbagi pemahaman, merespons tantangan bersama, dan menciptakan pemahaman yang lebih baik antara kelompok agama yang berbeda.

b. Interaksi Sosial: Kolaborasi juga memfasilitasi interaksi sosial antara pengikut agama yang berbeda. Kegiatan bersama, seperti pertemuan lintas agama, proyek sosial bersama, atau perayaan keagamaan bersama, memungkinkan orang-orang dari latar belakang agama yang berbeda untuk saling mengenal, membangun kepercayaan, dan memperkuat hubungan antar umat beragama

 

Daftar pustaka

 C.Casram. (2020). Wawasan : Jurnal Ilmiah Agama Dan Sosial Budaya 1 (2), 187-198 "Membangun sikap Toleransi beragama dalam masyarakat plural"   https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/jw/article/view/588/700
 
Ricky Santoso Muharram. (2021). Jurnal HAM 11 (2), 269-283 "Membangun Toleransi Umat Beragama Di Indonesia Berdasarkan Konsep Deklarasi Kairo" https://www.researchgate.net/profile/Ricky-Muharam/publication/345335673_Membangun_Toleransi_Umat_Beragama_di_Indonesia_Berdasarkan_Konsep_Deklarasi_Kairo/links/639a926a484e65005b0e9366/Membangun-Toleransi-Umat-Beragama-di-Indonesia-Berdasarkan-Konsep-Deklarasi-Kairo.pdf
 
M.Juni Beddu. (2023). Jurnal Addayyan 18 (1), 54-66 "Tantangan Penyuluh Agama Di Era Perubahan: Wujudkan Moderasi Agama Melalui Penguatan Harmoni Sosial" https://jurnalstaiibnusina.ac.id/index.php/AD/article/download/176/138


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Abstrak : Kajian Semiotika Poster Film Inside Out 2: Representasi Emosi dan Kebebasan Ekspresi

Menyingkap Makna Mendalam di Balik Lirik Lagu 'In the Star' oleh Benson Boone

Menemukan Diri dalam Kajian Seni Rupa dan Desain